“SISTEM
STATUS DAN PELAPISAN MASYARAKAT SISTEM STATUS YANG BERUBAH”
Oleh : W.F. Wertheim
“STATUS
SOSIAL DUA KOMUNITAS DESA DI SULAWESI SELATAN”
Oleh: Mochtar Buchori dan Wiladi Budiharga
Nama
: Indah Noviana / NIM : G34130073
Asisten : Khairun Nisa Mutma’inah /
I34110059
Ikhtisar
:
Sekitar tahun 1990, Belanda berhasil
menegakkan kekuasaannya di Indonesia. Pelapisan masyarakat kolonial berdasarkan
garis ras biasa terjadi di Jawa. Di pulau-pulau seberang, uang yang melakukan
pedobrakkan terhadap sistem yang lama. Sistem status bersendikan
kelompok-kelompok suku bangsa tidak mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pola kemasyarakatan
sebagaimana keadaannya di Jawa.
Keresahan di daerah pertanian di
pulau-pulau seberang dalam kurun waktu 1920-an disebabkan karena perlawanan
para petani yang baru saja menjadi kaya terhada struktur tradisioanal.
Sepanjang ada hubungannya dengan pertentangan antara kepentingan petani
bumiputera dengan pengusaha Barat, pemerintah tidak hanya bertindak sebagai pelindung
dari dari kekuasaan tradisional para ketua adat, tetapi juga dari
erkebunan-perkebunan Barat. Selain ukuran keagamaan yang mempunyai kepentingan
besar, kesejahteraan materi dan pendidikan juga berpengaruh dinamis di luar
pulau Jawa.
Semenjak tahun 1900, bertambah
meningkatnya perbedaan profesi di Jawa. Orang Indonesia semakin banyak bekerja
di bidang perdagangan, mula-mula sebagai pedagang menengah kecil kemudian
menjadi pedagang menengah. Perkembangan selanjutnya ketika masa depresi tahun
30an, suatu kelas bumiputera yang tumbuh telah mulai mendobrak susunan
masyarakat tradisional lama dan melakukan pengaruh yang individual. Terlepas
dari bentuk pendidikan yang di berikan dan sebagaimana lumrahnya pendidikan itu
saja telah mendobrak struktur masyarakat pertanian. Dengan demikian, pendidikan
telah mencipatakan suatu kelas baru kaum cendekiawan atau setengah yang
menduduki suatu posisi khusus dalam masyarakat. Usaha pribadi untuk naik dalam
tingkat-tingkat sosial dalam masyarakat ini tidak mengambil bentuk perjuangan
untuk memperoleh laba dari perdagangan atau dari suatu pekerjaan bebas, tetapi
dalam suatu perjuangan untuk mencapai pengakuan resmi dengan perantaraan
ijazah.
Ikatan-ikatan
tradisional memainkan peranan dalam usaha mengumpulkan sejumlah uang untuk
memungkinkan seorang anak pergi belajar, karena beberapa orang anggota keluarga
harus ikut serta membelanjai sekolah anak itu, sedangkan seluruh keluarga
berusaha untuk mengambil untung dari padanya. Pendidikan telah menciptakan
seluruh kelas orang Indonesia yang mempunyai pendidikan Barat sampai tingkat
tertentu.
Baru setelah tahun 1990, pendidikan
terbuka untuk sejumlah besar orang-orang Indonesia. Permintaan akan tenaga
terlatih selalu meningkat. Tetapi untuk pengangkatan yang meminta pendidikan
tinggi yang pada umumnya untuk sementara waktu hanya dapat diisi oleh
orang-orang Indo, maka diadakan skala gaji khusus, disesuaikan dengan tingkat
hidup golongan Indo yang lebih tinggi.
Persaingan yang semakin hebat dalam
suatu masyarakat karena adanya suatu sistem ekonomi yang dominan, serta
terdapat lebih banyak lamaran dari pada kesempatan kerja, menyebabkan para
anggota kaum borjuis mempersatukan barisan untuk mencapai solidaritas kelompok.
Di pihak lain, di kalangan orang-orang Indonesia terdapat kecenderungan yang
lebih besar untuk mengadakan persatuan. Wanita-wanita Indonesia dengan rasa
harga diri semakin lama semakin mengindahkan bekerja sebagai pembantu rumah
tangga merangkap selir bagi laki-laki Eropa yang tidak kawin. Dalam tahun kemelut,
perjuangan persaingan ini menjadi lebih hebat. Terhapusnya sedikit demi sedikit
sistem kolonial ini serta meningkatnya kemakmuran dan kemampuan intelektual
masyarakat Indonesia merupakan mimpi yang sangat dinanti-nanti oleh masyarakat
Indonesia sendiri. Namun masih saja terdapat pihak-pihak yang berusaha menahan
perkembangan ini baik dari sisa struktur feodal maupun kolonial.
Ikhtisar 2 :
Terdapat
tiga lapisan pokok golongan masyarakat di Desa Maricaya Selatan, yaitu lapisan
atas yang ditempati oleh pejabat dan kelompok profesional. Lapisan menengah
yang terdiri atas alim ulama, pegawai,dan pedagang. Dan lapisan bawah yang terdiri dari golongan
buruh. Ketiga lapisan masyarakat tersebut juga dapat dipandang dalam segi
ekonomi. Walaupun di daerah ini memiliki lapisan-lapisan golongan yang cukup
besar serta bersifat heterogen, masyarakat daerah ini masih menjunjung tinggi
yang namanya hidup sosial. Nampak dari keterbukaan kaum mayoritas terhadap kaum
minoritas serta kaum menengah yang berusaha untuk mengembangkan pergaulan
sosial yang terbuka antar golongan.
Berdasarkan
penelitian, dalam masyarakat Maricaya Selatan, golongan buruh miskin merupakan
kelas yang agak tercampak. Para pejabat dan kelompok profesional yang termasuk
golongan ekonomi mampu dan menduduki lapisan sosial atas tampaknya secara
keseluruhan adalah orang-orang yang mendapat pendidikan perguruan tinggi. Juga
media cetak yang beredar dalam masyarakatnya terdiri dari koran dan majalah
yang lazimnya digemari dan terbeli oleh keluarga-keluarga dari kalangan atas.
Terdapat pula yang melaporkan bahwa anggota masyarakat yang tidak mampu membeli
koran dan majalah tersebut sering meminjam atau turut membaca dari mereka yang
mampu membelinya.
Di desa Poliweli, hampir sama dengan
desa Maricaya Selatan, desa ini terdiri pula dengan tiga lapisan masyarakat
yakni bawah, menegah dan atas. Yang berbeda hanya golongannya saja dimana ulama
dan pemangku adat termasuk dalam kelompok atau kaum atas ini. Dan perlu
diketahui bahwa pemangku adat di sini hampir seluruhnya merupakan keturunan
Bugis, kelompok ulama dipegang oleh orang Bugis dan Mandar, dan kelompok
lainnya dipegang oleh orang Toraja, Jawa, dan Cina. Dilihat secara ekonomi,
masyarakat Polewali ini nampak terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan orang
“kaya”, kelompok orang yang berkejayaan “sedang” dan kelompok “miskin”. Para
warga Polewali dari kelas menengah tampaknya lebih mengikuti gaya hidup
sederhana yang diperlihatkan oleh para pemangku adat dan alim ulama. Secara
keseluruhan dapat dikatakan bahwa dalam masyarakat Polewali, pendidikan adalah
suatu hal yang mereka junjung tinggi. Masyarakat Polewali memiliki sifat yang
lebih lugas dalam mengisi kehidupan sehari-hari mereka. Mereka lebih berpegang
teguh pada ajaran agama yang mereka dapatkan yang terjadi disekitar mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar