“Sistem
Pondok”
Oleh : Wariso
Ram
Nama : Indah Noviana / NIM : G34130073
Asisten
: Khairun Nisa Mutma’inah / I34110059
Ikhtisar
:
Sebagian
besar migran sirkuler berasal dari rumah tangga desa yang berada dalam keadaan
“ketidakcukupan” . Namun pada sudut
pandang yang lain, seperti yang dikatakan oleh Dewey, mereka adalah pekerja yang
rajin. Keadaan yang serba keidakcukupan ini mendorong mereka untuk melakukan
usaha mandiri secara kecil-kecilan dengan menekan modal. Sebagian dari mereka
telah berhasil menghimpun modal dan mencoba membuka usaha baru yang kurang
menarik bagi para pemilik modal dari kalangan elit dengan mengandalkan modal
yang terbatas, menggunakan peralatan sederhana, dan keterampilan yang mudah
dipelajari. Mereka juga pernah menjadi karyawan dalam proses pembuatan barang.
Merupakan bentuk persemaian yang subur bagi perkembangan
sistem pondok di kalangan migran sirkuler ketika terjadinya kerjasama antara
migran yang sedikit modal tapi berpengalaman dengan migran yang dalam posisi
dependen tapi mampu mengembangkan aktivitas perekonomian. Jenis usaha yang mereka
lakukan adalah yang berbasis padat karya dengan dilandasi azas kerukunan atau
azas kekeluargaan. Dalam sistem pondok diperlukan hubungan yang selaras antara
pemilik pondok dengan karyawan penjual dan hubungan yang harmonis di antara
sesama karyawan dan penjual. Antara majikan dan karyawan sering terdapat
hubungan darah atau asal desa yang sama.
Macam sistem pondok yang pertama
yaitu sistem pondok gotong royong. Setiap anggota berkedudukan sama, terbentuk
atas dasar kegotongroyongan para anggota, jumlah keanggotaannya kecil, sehingga
memiliki hubungan yang kuat antar anggotanya. Ketika terjadi kerusakan pada
barang yang dipasarkan akan menjadi tanggung jawab kelompok. Jika ada anggota
yang ketahuan tidak jujur, akan sulit dipercaya orang lain di kemudian hari.
Sistem
pondok yang kedua disebut sistem pondok rumah tangga. Dimana kedudukan pemilik
pondok sebagai kepala rumah tangga dan para penghuni pondok sebagai anggota
rumah tangga. Jumlah keanggotaan yang sedikit dan ditambah lagi belum adanya
pembagian tugas. Azas kekeluargaan juga melandasi hubungan antara pemilik
pondok dengan penghuni. Sistem ini memberikan ketenangan para migran yang
berasal dari desa yang jauh. Dalam sisitem ini belum digunakannya teknologi
dalam proses produksi.
Sistem
pondok yang ketiga adalah sistem pondok usaha perseorangan. Sistem ini telah
dikenal deferensiasi tenaga yang bertugas sebagai karyawan ataupun sebagai
penjual. Kedudukan pemilik pondok boro lebih serupa dengan kedudukan seorang
majikan dalam perusahaan perseorangan. Hubungan majikan dengan karyawan lebih
erat dibandingkan hubungan majikan dengan penjual. Resiko kerugian dalam
pemasaran ada kalanya ditanggung si penjual dan ada kalanya ditanggung majikan.
Terdapat saling ketergantungan antara majikan dengan penjual. Semakin banyak
jumlah penjual yang tinggal di pondoknya, semakin besar keuntungan yang
diterima. Sedangkan penjual menggantungkan penghasilannya pada majikan. Dalam
sistem ini telah digunakan teknologi yang produktif dengan jumlah karyawan dan
penjual mencapai puluhan.
Sistem
pondok yang terakhir adalah sistem pondok sewa. Pemilik pondok tidak terlibat
dalam kegiatan produksi ataupun pemasaran barang. Para migran sekuler yang
tinggal di pondok boro berperan sebagai penyewa, produsen kecil, dan sebagai penjual
hasil produksinya sendiri. Dalam sistem ini digunakan mesin dan peralatan milik
pemilik pondok boro. Hubungan antara pemilik pondok dengan migran sekuler agak
renggang dengan sifat kekeluargaan yang kurang jelas.
Hampir semua pemilik pondok boro berperan
sebagai pelindung para penghuni pondok. Jika dilihat dari jenis kegiatan yang
dilakukan oleh penghuninya, pondok boro dapat dibedakan menjadi pondok boro
buruh; penjual; dan produksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar