“Ompu
Monang Napitupulu Ingin Sederhanakan Budaya Batak”
Oleh : Arbain Rambey
dan
“Kehidupan
Suku Dayak Kenyah dan Modang Dewasa Ini”
Oleh : Franky Raden
Nama :
Indah Noviana / NIM : G34130073
Asisten : Khairun Nisa Mutma’inah / I34110059
Ikhtisar 1
Iklan yang sedang ramai
diperbincangkan oleh orang Medan seminggu terakhir ini adalah iklan yang mengajak
agar masyarakat Batak Toba mengusir perusahaan yang merusak lingkungan Bona
Pasogit. Lingkungan Bona Pasogit adalah bahasa sub-etnik Batak Toba untuk
menyebut nama daerah mereka yang berada di dekat danau Toba. Pemasang iklan itu
adalah Parbatu atau Pertungkoan Batak Toba, sebuah organisasi kesukuan yang
berdiri pada bulan Agustus 1997. Parbato yang terkenal “galak” ini diketuai
oleh Ompu Monang Napitupulu. Nama aslinya yaitu Daniel Napitupulu. Ia memaparkan pentingnya setiap
etnis memilki kesadaran solidaritas kecil yang akhirnya berguna untuk solidaritas Indonesia
secara keseluruhan. Jika membicarakan Batak, selain Batak Toba terdapat juga
Batak Angkola, Mandailing, Simalungun, Pakpak (Dairi), dan Karo.
Kehangatan kekerabatan
dalam budaya Batak Toba dapat dilihat dari pesta perkawinannya. Selain dalam
undangan tertera banyak sekali nama pengundang, pada pestanya pun setiap orang
merasa penting dan mempunyai hubungan kekerabatan
yang erat dengan mempelai. Hal ini berdampak positif karena rasa tanggung jawab
pada pendidikan dan perawatan seorang anak bisa melebar pada paman-pamannya.
Sangat jarang ada anak Batak Toba yang terlantar. Namun menurut Ompu Monang ada
pula hal negatif yang ditimbulkan yaitu penghamburan uang dan waktu. Pesta
perkawinan Batak Toba sangat lama dan bertele-tele. Selain itu, pasti ada acara
pengulosan. Setiap tamu undangan akan memberikan sehelai kain ulos kepada
mempelai. Menurutnya, hal tersebut menjadi “inflasi” kain ulos di Tanah Batak.
Dengan adanya mesin pembuat kain ulos, semua orang dapat dengan mudah
mendapatkannya. Tentu saja hal tersebut mengurangi ke-khas-an kain ulos. Sebuah
pesta kawin di Batak Toba menjadi ajang gengsi bagi orang tua mempelai, makin
banyak ulos yang datang, makin bergengsi yang punya hajat. Pemborosan waktu
pada pesta penikahan Batak Toba yaitu pada saat pemberian nasihat. Semua orang
merasa penting untuk memberikan nasihat, sehingga waktu yang dibutuhkan sampai
berjam-jam. Selain contoh dari pesta perkawinan, Ompu Monang juga mencatat
banyaknya penyelewengan yang berbuntut pada pemborosan waktu dan uang. Salah
satunya yaitu pembangunan makam-makan Batak Toba yang nilainya ratusan juta
rupiah per makamnya.
Sudah beberapa kali Parbato
menyelenggarakan seminar dengan dana puluhan juta untuk membahas penyelewengan
adat Batak Toba semacam di atas. Namun hasil seminar masih seperti angin
yang berlalu,
belum ada juga tindakan nyata mengatasi keborosan adat ini. Untuk mengatasi
kebuntuan ini, Ompu Monang akhirnya “mengorbankan” dirinya sendiri. Pada pesta
perkawinan anak perempuannya, ia melaksanakan dengan cara menurut dia efisien
namun tidak keluar dari adat Batak Toba. Menurutnya, perbuatan nyata adalah
nasihat terbaik.
Ikhtisar 2
Daerah pemukiman
suku Dayak Kenyah dan Mondang yang berada di wilayah kecamatan Ancalong. Daerah
ini adalah derah
terisolir. Saat itu mereka masih hidup dalam keutuhan kebudayaan dan sistem
nilai yang asli. Banyak sektor yang menjadi persoalan pada suku Dayak Kenyah
dan Mondang. Misalnya saja pada sektor keagamaan, setelah masuk misionaris
Belanda yang membawa orang kristiani ke daerah ini, timbul konflik di antara mereka yang sudah memeluk agama baru dengan yang
masih memeluk kepercayaan lama. Dari sektor ekonomi adalah banyak dari mereka yang berubah menjadi
miskin karena akibat dari hal-hal baru yang mereka belum penuhi.
Selain sektor
ekonomi, sektor kebudayaan dan kesenian pun ikut terdistorsi. Misalnya, Lamin
yang merupakan manifestasi dari tata cara pemerintah dan susunan masyarakat
serta merupakan titik sentral dari aktivitas
kehidupan mereka dalam ruang penghayatan kebersamaan yang eksistensial,
akhirnya tereduksi menjadi bangunan megah yang mati karena setiap keluarga saat
ini sudah mempunyai rumah sendiri.
Faktor
terjahat yang menggoncangkan kehidupan masyarakat Dayak adalah munculnya
penguasa hutan yang mendadak mengunci hutan untuk daerah perladangan yang
menjadi sumber kehidupan mereka. Ini membuat mereka pontang-panting berusaha
mencari alternatif hidup lain. Di
dalam
berladang, lahir kebudayaan, kesenian, adat, sistem nilai, kepercayaan,
sosialistas, kebersamaan
dan lain-lain. Terciptanya kondisi ini tidak lepas dari tanggung jawab
pemerintah.
Sekarang menjadi jelas
bahwa masalah kemiskinan di negeri kita bukan hanya masalah bagaimana manusia
dapat hidup layak, tetapi
yang lebih mendasar adalah bagaimana menghormati dan memberi hak hidup mereka
di atas nilai kultur tradisi sendiri. Hikmah dan kesadaran akan dimensi nilai
ini harus diambil untuk membangun strategi politik bangsa kita. Masalah yang
dihadapi oleh suku Dayak ini sebenarnya adalah miniatur masalah yang terjadi di
Indonesia. Masuknya sistem nilai kota mendadak membuat mereka sadar bahwa
mereka berkehidupan miskin.
Reaksi mereka kemudian adalah langsung
menjual harta kebudayaan mereka yang laku kepada orang kota atau menjadi
pengemis di hadapan orang-orang asing. Dalam bentuk ekstrimnya melalui turisme
ini kita menjual bangsa sendiri yang belum siap sama sekali dihadapkan secara
frontal demikian kepada suatu jaringan mekanisme kehidupan modern, yang manifestasinya
dihadapan mereka hanyalah kelimpahan materi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar