Minggu, 20 Juli 2014

responsi sosum " REALITA SOSIAL "

“Ompu Monang Napitupulu Ingin Sederhanakan Budaya Batak”
Oleh : Arbain Rambey
dan
“Kehidupan Suku Dayak Kenyah dan Modang Dewasa Ini”
Oleh : Franky Raden
Nama  : Indah Noviana / NIM : G34130073
Asisten : Khairun Nisa Mutma’inah / I34110059

Ikhtisar 1
Iklan yang sedang ramai diperbincangkan oleh orang Medan seminggu terakhir ini adalah iklan yang mengajak agar masyarakat Batak Toba mengusir perusahaan yang merusak lingkungan Bona Pasogit. Lingkungan Bona Pasogit adalah bahasa sub-etnik Batak Toba untuk menyebut nama daerah mereka yang berada di dekat danau Toba. Pemasang iklan itu adalah Parbatu atau Pertungkoan Batak Toba, sebuah organisasi kesukuan yang berdiri pada bulan Agustus 1997. Parbato yang terkenal “galak” ini diketuai oleh Ompu Monang Napitupulu. Nama aslinya yaitu Daniel Napitupulu. Ia memaparkan pentingnya setiap etnis memilki kesadaran solidaritas kecil yang akhirnya berguna untuk solidaritas Indonesia secara keseluruhan. Jika membicarakan Batak, selain Batak Toba terdapat juga Batak Angkola, Mandailing, Simalungun, Pakpak (Dairi), dan Karo.
Kehangatan kekerabatan dalam budaya Batak Toba dapat dilihat dari pesta perkawinannya. Selain dalam undangan tertera banyak sekali nama pengundang, pada pestanya pun setiap orang merasa penting dan mempunyai hubungan kekerabatan yang erat dengan mempelai. Hal ini berdampak positif karena rasa tanggung jawab pada pendidikan dan perawatan seorang anak bisa melebar pada paman-pamannya. Sangat jarang ada anak Batak Toba yang terlantar. Namun menurut Ompu Monang ada pula hal negatif yang ditimbulkan yaitu penghamburan uang dan waktu. Pesta perkawinan Batak Toba sangat lama dan bertele-tele. Selain itu, pasti ada acara pengulosan. Setiap tamu undangan akan memberikan sehelai kain ulos kepada mempelai. Menurutnya, hal tersebut menjadi “inflasi” kain ulos di Tanah Batak. Dengan adanya mesin pembuat kain ulos, semua orang dapat dengan mudah mendapatkannya. Tentu saja hal tersebut mengurangi ke-khas-an kain ulos. Sebuah pesta kawin di Batak Toba menjadi ajang gengsi bagi orang tua mempelai, makin banyak ulos yang datang, makin bergengsi yang punya hajat. Pemborosan waktu pada pesta penikahan Batak Toba yaitu pada saat pemberian nasihat. Semua orang merasa penting untuk memberikan nasihat, sehingga waktu yang dibutuhkan sampai berjam-jam. Selain contoh dari pesta perkawinan, Ompu Monang juga mencatat banyaknya penyelewengan yang berbuntut pada pemborosan waktu dan uang. Salah satunya yaitu pembangunan makam-makan Batak Toba yang nilainya ratusan juta rupiah per makamnya.
Sudah beberapa kali Parbato menyelenggarakan seminar dengan dana puluhan juta untuk membahas penyelewengan adat Batak Toba semacam di atas. Namun hasil seminar masih seperti angin yang berlalu, belum ada juga tindakan nyata mengatasi keborosan adat ini. Untuk mengatasi kebuntuan ini, Ompu Monang akhirnya “mengorbankan” dirinya sendiri. Pada pesta perkawinan anak perempuannya, ia melaksanakan dengan cara menurut dia efisien namun tidak keluar dari adat Batak Toba. Menurutnya, perbuatan nyata adalah nasihat terbaik.


Ikhtisar 2
Daerah pemukiman suku Dayak Kenyah dan Mondang yang berada di wilayah kecamatan Ancalong. Daerah ini adalah derah terisolir. Saat itu mereka masih hidup dalam keutuhan kebudayaan dan sistem nilai yang asli. Banyak sektor yang menjadi persoalan pada suku Dayak Kenyah dan Mondang. Misalnya saja pada sektor keagamaan, setelah masuk misionaris Belanda yang membawa orang kristiani ke daerah ini, timbul konflik di antara mereka yang sudah memeluk agama baru dengan yang masih memeluk kepercayaan lama. Dari sektor ekonomi adalah banyak dari mereka yang berubah menjadi miskin karena akibat dari hal-hal baru yang mereka belum penuhi.
Selain sektor ekonomi, sektor kebudayaan dan kesenian pun ikut terdistorsi. Misalnya, Lamin yang merupakan manifestasi dari tata cara pemerintah dan susunan masyarakat serta merupakan titik sentral dari aktivitas kehidupan mereka dalam ruang penghayatan kebersamaan yang eksistensial, akhirnya tereduksi menjadi bangunan megah yang mati karena setiap keluarga saat ini sudah mempunyai rumah sendiri. Faktor terjahat yang menggoncangkan kehidupan masyarakat Dayak adalah munculnya penguasa hutan yang mendadak mengunci hutan untuk daerah perladangan yang menjadi sumber kehidupan mereka. Ini membuat mereka pontang-panting berusaha mencari alternatif hidup lain. Di dalam berladang, lahir kebudayaan, kesenian, adat, sistem nilai, kepercayaan, sosialistas, kebersamaan dan lain-lain. Terciptanya kondisi ini tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah.
Sekarang menjadi jelas bahwa masalah kemiskinan di negeri kita bukan hanya masalah bagaimana manusia dapat hidup layak, tetapi yang lebih mendasar adalah bagaimana menghormati dan memberi hak hidup mereka di atas nilai kultur tradisi sendiri. Hikmah dan kesadaran akan dimensi nilai ini harus diambil untuk membangun strategi politik bangsa kita. Masalah yang dihadapi oleh suku Dayak ini sebenarnya adalah miniatur masalah yang terjadi di Indonesia. Masuknya sistem nilai kota mendadak membuat mereka sadar bahwa mereka berkehidupan miskin. Reaksi mereka kemudian adalah langsung menjual harta kebudayaan mereka yang laku kepada orang kota atau menjadi pengemis di hadapan orang-orang asing. Dalam bentuk ekstrimnya melalui turisme ini kita menjual bangsa sendiri yang belum siap sama sekali dihadapkan secara frontal demikian kepada suatu jaringan mekanisme kehidupan modern, yang manifestasinya dihadapan mereka hanyalah kelimpahan materi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar