Minggu, 20 Juli 2014

responsi sosum ke 3

“Struktur Interaksi Kelompok Elit dalam Pembangunan Penelitian di Tiga Desa Santri”
Oleh : Sunyoto Usman
Nama  : Indah Noviana / NIM : G34130073
Khairun Nisa Mutma’inah / I34110059
 


Dalam sosiologi, konsep elit didefinisikan sebagai anggota suatu kelompok kecil dalam masyarakat yang disegani, dihormati, kaya serta berkuasa. Mereka adalah kelompok minoritas superior yang posisinya berada pada puncak strata, memiliki kemampuan mengendalikan aktivitas perekonomian dan sangat dominan mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Kelompok mayoritas inferior yang posisinya dalam stratifikasi masyarakat berada di bawah, tidak memiliki kemampuan mengendalikan kegiatan ekonomi dan politik, serta kurang begitu diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan.
            D
ua pendapat tentang kelahiran kelompok elit dalam masyarakat. Pendapat pertama adalah kelompok elit lahir dari proses yang alami. Pendapat kedua adalah kelompok elit lahir akibat dari kompleksitas organisasi sosial, terutama dalam menjawab tantangan heterogenitas masalah ekonomi dan politik. Di pedesaan, kelompok elit merupakan individu yang banyak didengar pendapatnya oleh masyarakat dan diikuti petunjuknya meskipun mereka tidak mempunyai jabatan formal.
           
Peranan kelompok elit dalam memacu gerakan pembangunan di negara berkembang adalah sebagai agen perubahan. Maka dari itulah dilakukan penelitian di tiga desa santri dalam wilayah Kabupaten Jombang. Penelitian ini berkonsentrasi pada tiga macam proyek pembangunan yaitu Supra Insus Padi, Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) dan Bantuan Desa Proyek Supra Insus Padi.            Untuk mengidentifikasi kelompok elit terdapat tiga pendekatan, yaitu pertama positional approach (mencari individu–individu yang menempati posisi penting dalam lembaga-lembaga sosial). Kedua, reputational approach (melakukan wawancara mendalam dengan informan–informan kunci untuk mengklasifikasikan tokoh–tokoh menjadi panutan masyarakat), dan yang ketiga decisional approach (melihat penampilan nyata tokoh – tokoh masyarakat dalam proses pengambilan keputusan). Dengan menggabungkan tiga macam pendekatan tersebut penelitian ini menemukan 79 elit desa yang pada analisa kemudian di pindahkan menjadi 37 pamong desa, 18 pemuka agama, dan 24 petani kaya.
            A
lasan tiga desa tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian yaitu: pertama, banyak sekali anggota masyarakat ketiga desa tersebut yang menjadi pengikut Thoriqot Qadriyah Naqsabandiyah (salah satu aliran tasawuf yang berakar kuat dalam masyarakat ). Kedua, anggota masyarakat ketiga desa tersebut memiliki daya dukung yang kuat terhadap ketahanan organisasi sosial politik Islam.
           
Untuk menerangkan struktur interaksi kelompok elit dalam mengakomodasi proyek pembangunan pedesaan, digunakan analisis jaringan. Sedangkan dalam menghitung data, penelitian itu menggunakan komputer analisis jaringan. Program kompuer tersebut juga mampu mengukur derajat integrasi hubungan personal anta relit. Derajat itegrasi ini diukur dari jumlah riil link antar elit dibagi dengan keseluruhan atau kemungkinan link yang dapat diciptakan.
            Informasi
penting yang diperoleh dari pembacaan perhitungan data adalah: pertama yaitu hampir semua anggota kelompok elit saling berinteraksi membentuk suatu jaringan sosiometris dalam kegiatan yang berkaitan dengan implementasi pembangunan pedesaan, kedua adalah variasi dalam derajat integrasi elit pada jaringan interaksi, ketiga adalah perbesaan jumlah klik di masing–masing desa yang terpilih sebagai lokasi, keempat adalah kategori peranan elit dalam jaringan yang bervariasi. Satu hal yang cukup mengusik dari penelitian itu adalah bahwa kelompok elit pamong desa (yang menempati jabatan formal) ternyata memiliki angka tertinggi baik dalam koneksi maupun integrasi.
Resume 2 :
“Tolong Bantu Perbaiki Pertanian Kami”
Oleh : Muhammad Syaifullah

Pertemuan antara beberapa jagawana yang dipimpin Ade Suharso dengan beberapa tokoh masyarakat di Kondolo sangat menyejukkan. Tak ada kesan saling bermusuhan, bahkan ketika dibuka dialog mereka pun dengan lancar mengungkapkan yang mereka alami. Kepala Dusun Kandolo, Manap, mengungkapkan bahwa tugas beberapa jagawana adalah untuk menjaga hutan. Tetapi, warga sendiri terpaksa membuka hutan untuk mempertahankan hidup. Umumnya, masyarakat disini sebagai pencari kayu untuk dijadikan kayu arang. Hal senada juga diungkapkan oleh Andi Mappotolo, tokoh masyarakat Kondolo. Ia mengatakan bahwa petugas hendaknya tidak melarang warga yang benar–benar mencari kayu untuk membuat kayu arang.
            Setelah pertemuan itu, Ade Suharso mengatakan kepada Kompas, bahwa dusun-dusun yang sulit ditemui karena para petugas jagawana tidak berani untuk berlama-lama di daerah itu karena mereka dimusuhi. Perlawanan warga ini merupakan bentuk penolakan paling keras terhadap upaya Balai TN Kutai melakukan penyelamatan kawasan hutan konservasi ini, dan memperingatkan agar mereka tidak memperluas lahan dan pemukiman. Menurut Ade Suharso, ketegangan yang terjadi antara petugas lapangan dengan warga masyarakat karena terputusnya komunikasi antara kedua belah pihak. Mereka yang sudah lama tinggal di kawasan ini tidak dapat sepenuhnya disalahkan. Karena kemiskinan mereka karena pemerintah daerah yang minim memperhatikan mereka. Menurut Tony, pengelolaan TN Kutai sekarang ini tidak pernah memperhatikan comunity development trhadap pemukiman di dalam kawasan.        Masyarakat yang bermukim di kawasan TN Kutai mencapai 15.000 orang atau mencapai 3.000 kepala keluarga. Kompas menyaksikan, bahwa warga yang mencari kayu arang hanya bisa dihitung dengan jari. Yang banyak terlihat justru perkebunan-perkebunan rakyat secara besar-besaran, penebangan dan pengangkutan kayu ulin, pengkaplingan lahan dan pengusahaan tanah. Para pelaku ini bukan hanya rakyat kecil, tetapi juga orang-orang bermodal dan beberapa oknum Kepala Desa serta Babinsa setempat juga ikut membagi-bagi lahan didaerah ini. Menurut Tonny, warga setempat dengan orang luar sudah ada saling kerja sama dalam pembagian lahan TN Kutai.
            Menurut Tony, sebenarnya kita sudah mengetahui siapa-siapa saja yang menjadi pelak perambahan di hutan ini, bahkan polisi juga mengetahuinya. Tetapi penegak hukum tidak dilakukan oleh polisi. Perusahan pertambangan batubara terbesar di Kaltim, perusahan pupuk PT Pupuk Kaltim, dan perusahan kilang pengelolahan gas alam cair PT Badak adalah magnet bagi para pencari kerja untuk terus berdatangan. Beban terbesar yang diterima TN Kutai sejak awal, yakni tidak adanya singkronisasi kebijakan hutan antara pemerintah pusat, pemda Kaltim dan pemda Kutai. Kata Adief, kebijakan penetapan tiga desa definitif tidak disesuaikan oleh kebijakan pengelolaan TN Kutai. Akibatnya, tidak ada batasan yang jelas wilayah-wilayah desa mereka dan kawasan TN Kutai sendiri.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar